PEMBENTUKAN PERPRES PELIBATAN TNI DALAM PENANGANAN TERORISME


Oleh :

Dr Agus Subagyo, S.IP., M.Si

Pelibatan TNI Dalam penanganan terorisme di Indonesia diatur dalam UU No 5 Tahun 2018, Pasal 43J ayat 1 sampai 3. Ayat 1 menyatakan bahwa : “Tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang.” Ayat 2 menegaskan : “Dalam mengatasi aksi terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi TNI.” Sementara ayat 3 menyatakan, “Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan mengatasi aksi terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden (Perpres).

            Seharusnya Perpres tentang pelibatan TNI dalam menangani terorisme sudah harus selesai pada tahun 2019 yang lalu, namun karena adanya proses perhelatan politik berupa hajatan pilpres dan pileg 2019, maka Perpres tersebut urung diterbitkan. Saat ini, tahun 2020, ditengah pandemic covid 19, pemerintah berupaya untuk merampungkan Perpres Pelibatan TNI dalam penanganan terorisme sesuai amanat UU No 5 Tahun 2018, namun saat ini menuai protes dan pro kontra.

Pro dan kontra yang menjadi perdebatan dalam rancangan Perpres adalah terkait dengan kekhawatiran pelanggaran HAM oleh TNI, nomenklatur penindakan dan penggalangan, tumpang tindih kewenangan dengan BNPT, nomenklatur operasi lainnya di penangkalan, pendanaan bisa berasal dari APBD. Oleh karena itu, telaahan ini akan membahas satu persatu tentang isu yang diperdebatkan tersebut.

1.         Kekhawatiran Pelanggaran HAM.

Adanya kekhawatiran dari beberapa kalangan, khususnya masyarakat sipil yang tergabung dalam LSM / NGO tentang potensi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh oknum anggota TNI saat melakukan penanganan para pelaku terorisme terlalu berlebihan dan terlalu phobia terhadap TNI. Terlalu mestigmakan TNI sebagai aparat pelanggar HAM tidak fair karena ada beberapa alasan, yakni :

a.         Era reformasi berbeda dengan era orde baru, dimana sistem politik saat ini sangat terbuka, transparan, bebas, dan akuntabel, dimana semua pihak bisa mengawasi kinerja dan pelaksanaan tugas pokok TNI, termasuk dalam menangani terorisme.

b.         Saat ini, Komisi I DPR yang merupakan mitra TNI selalu menjadi mitra kerja TNI yang selalu mengawasi kinerja TNI dan selalu melakukan pengawasan, pengarahan, saran, kritikan, dan masukan terhadap semua pelaksanaan tugas pokok TNI.

c.         Adanya Komnas HAM dan berbagai lembaga pengawasan HAM di Indonesia saat ini yang bebas melakukan kerjanya untuk mengawasi kinerja TNI dalam menangani aksi terorisme.

d.         TNI saat ini sudah mengalami reformasi internal dimana paradigm baru TNI yang berlandaskan pada semangat reformasi dalam payung hukum UU TNI selalu menjunjung tinggi HAM, demokrasi, dan nilai-nilai kemanusiaan.

e.         Apabila ada oknum anggota TNI yang melakukan pelanggaran HAM dalam menangani terorisme, maka bisa langsung ditindak secara cepat, diproses secara hukum militer, dan proses peradilannya bisa diakses oleh media, sehingga tidak perlu khawatir trauma masa lalu.

f.          Adanya NGO / LSM yang selalu mengawasi pelaksanaan tugas pokok TNI seperti Imparsial, Kontras, Setara Institute, dll yang selama ini memberikan saran masukan dan kritikan terhadap TNI dan TNI tidak pernah alergi dengan NGO / LSM tersebut.

g.         Apakah institusi lain selain TNI tidak melakukan pelanggaran HAM saat melakukan penanangan terorisme? Apa ada jaminan tidak melanggar HAM pelaksanaan penanganan terorisme saat ini?

2.         Nomenklatur Penindakan Dan Penggalangan

Berkaitan dengan nomenklatur penindakan dan penggalangan dalam rancangan perpres pelibatan TNI dalam penanganan terorisme merupkan hal yang wajar karena tertera dalam UU TNI dan UU Penanganan Terorisme. TNI sangat penting dilibatkan dalam tahapan penindakan dan penggalangan dengan alasan sbb :

a.         Di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), TNI memiliki kewenangan penuh untuk melakukan tugas pokok, termasuk jika adanya aksi terorisme di wilayah ZEE, yang mana di wilayah ZEE, Polri dan BNPT tidak memiliki kewenangan dan kemampuan, sebagaimana yang dimiliki oleh TNI, khususnya TNI AL.

b.         Di wilayah udara Indonesia, TNI, khususnya TNI AU memiliki kewenangan penuh untuk menjaga wilayah dirgantara Indonesia, termasuk dari ancaman terorisme di wilayah udara, di wilayah dirgantara, di dalam pesawat, dan dalam fasilitas jalur penerbangan udara lainnya, yang mana kemampuan ini tidak dimiliki oleh Polri dan BNPT.

c.         Dalam pengamanan Presiden dan Wakil Presiden, apabila terjadi ancaman terhadap pejabat RI I dan RI 2 maka TNI, yang didalamnya ada Paspampres akan bergerak dan berkoordinasi dengan TNI secara cepat dalam pengamanan presiden dan wakil presiden, yang mana ini kemampuan dan jalur komando ini tidak dimiliki oleh Polri dan BNPT.

3.         Tumpang Tindih Kewenangan Dengan BNPT

Adanya tuduhan overlapping atau tumpang tindih kewenangan antara TNI dengan BNPT dalam penanganan aksi terorisme juga tidak berdasar dan sebenarnya tidak mengambil peran dari BNPT. Hal ini dapat dibuktikan dengan alasan berikut ini :

a.         BNPT bertugas melakukan pencegahan aksi terorisme dan juga melakukan deradikalisasi terhadap para napi teroris, mantan teroris, keluarga napi teroris, dll. Sedangkan TNI melakukan penindakan karena memiliki satuan anti terror yang harus diberdayakan karena sudah terlatih, terdidik, dan dibiayai oleh APBN, sehingga saying kalau tidak diberdaayakan, seperti Dengultor 81 TNI AD, Denjaka TNI AL, dan Denbravo TNI AU.

b.         TNI juga memiliki satuan territorial, misalnya di TNI AD ada Kodam, Korem, Kodim, Koramil, dan Babinsa yang merupakan sarana deteksi dini, tangkal dini, cegah dini di tengah masyarakat yang efektif untuk mempersempit ruang gerak para pelaku terorisme di tengah masyarakat, yang mana BNPT tidak memiliki struktur teriorial dari di daerah-daerah, seperti di TNI.

c.         TNI juga memiliki satuan intelijen di daerah dan satuan tempur di daerah yang dapat mengendus ruang gerak laju para pelaku terorisme berupa satuan batalyon, brigade, dan divisi di wilayah Indonesia yang dapat digerakan dalam menangkap atau mencari informasi keberadaan jaringan terorisme.

4.         Nomenklatur Operasi Lainnya Di Penangkalan.

Nomenklatur operasi lainnya dalam tahapan penangkalan adalah operasi-operasi lain yang selama ini dilakukan oleh TNI yang intinya sesuai dengan aturan perundang-undangan dan selalu berdasarkan pada nilai-nilai demokrasi dan HAM. Operasi lainnya ini adalah operasi territorial, operasi intelijen, operasi informasi, dan operasi khusus lainnya yang umum dilakukaan oleh TNI yang dapat dimanfaatkan untuk penanganan terorisme, khususnya dalam mencari informasi, keberadaan jaringan, maupun menguak modus operandi terorisme di tengah masyarakat atau di tingkat akar rumput.

5.         Pendanaan Bisa Berasal Dari APBD

Pendanaan dalam APBD tidak akan menyalahi aturan dalam UU Keuangan Negara, UU TNI, UU Haneg, maupun UU Pemerintahan Daerah, karena sudah diatur dalam UU No 5 Tahun 2018. Ada beberapa alasan bahwa justru penting adanya alokasi pendanaan dari APBD untuk menangani terorisme, antara lain :

a.         Dalam UU Penanganan Konflik Sosial, Gubernur, Bupati, Walikota merupakan ketua / penanggungjawab keamanan di daerah sehingga sah / abash / legal apabila dalam menciptakan keamanan di daerah terdapat alokasi anggaran dalam APBN untuk pembinaan keamanan di daerah, termasuk untuk menangkal ancaman terorisme.

b.         Urusan Pertahanan dan Keamanan memang merupakan urusan pemerintah pusat sehingga terdapat alokasi anggaran dalam APBN untuk institusi pertahanan keamanan (TNI Polri), namun alokasi anggaran dari APBD yang merupakan dana pendukung diperbolehkan karena akan bermanfaat pula bagi keamanan di daerah, dimana apabila daerah aman maka investasi di daerah jalan, dan pembangunan di daerah juga jalan, sehingga merupakan tanggungjawab bersama baik pusat maupun daerah.

c.         Pendanaan penanggulangan terorisme sumber utamanya adalah dari pemerintah pusat melalui APBN, sehingga APBD di daerah merupakan sumber pendukung saja dalam pembiayaan penanggulangan terorisme.  Artinya, apabila ada daerah yang kaya dan rawan terhadap aksi terorisme, bisa saja mengalokasikan anggaran untuk pembiayaan penanggulangan terorisme.        

Categories: Kajian TNI | Leave a comment

Post navigation

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.